Sabtu, 02 Juni 2012

TEORI BELAJAR VAN HIELE


Tahapan berpikir atau tingkat kognitif yang dilalui siswa dalam pembelajaran geometri, menurut Van Hiele adalah sebagai berikut:
Level 0. Tingkat Visualisasi
Tingkat ini disebut juga tingkat pengenalan. Pada tingkat ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan (wholistic). Pada tingkat ini siswa belum memperhatikan komponen-komponen dari masing-masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat ini siswa sudah mengenal nama sesuatu bangun, siswa belum mengamati ciri-ciri dari bangun itu. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa tahu suatu bangun bernama persegipanjang, tetapi ia belum menyadari ciri-ciri bangun persegipanjang tersebut.
Level 1. Tingkat Analisis
 Tingkat ini dikenal sebagai tingkat deskriptif. Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini siswa sudah terbiasa menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati sifat-sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut
Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa suatu bangun merupakan persegipanjang karena bangun itu “mempunyai empat sisi, sisi-sisi yang berhadapan sejajar, dan semua sudutnya siku-siku”
Level 2. Tingkat Abstraksi
Tingkat ini disebut juga tingkat pengurutan atau tingkat relasional. Pada tingkat ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu sama panjang. Di samping itu pada tingkat ini siswa sudahmemahami pelunya definisi untuk tiap-tiap bangun. Pada tahap ini, siswa juga sudah bisa memahami hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang lain. Misalnya pada tingkat ini siswa sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga persegipanjang, karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang.
Level 3. Tingkat Deduksi Formal
Pada tingkat ini siswa sudah memahami perenan pengertian-pengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan terorema-teorema dalam geometri. Pada tingkat ini siswa sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini siswa sudah memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses berpikir tersebut.
Level 4. Tingkat Rigor
Tingkat ini disebut juga tingkat metamatematis. Pada tingkat ini, siswa mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika (termasuk sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model yang konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, siswa memahami bahwa dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri.
Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa menyadari bahwa jika salah satu aksioma pada suatu sistem geometri diubah, maka seluruh geometri tersebut juga akan berubah. Sehingga, pada tahap ini siswa sudah memahami adanya geometri-geometri yang lain di samping geometri Euclides.
MODEL PEMBELAJARAN MENURUT VAN HIELE
Van Hiele menawarkan model pembelajaran yang terdiri dari lima fase, yang sekaligus sebagai tujuan pembelajaran (Crowley, 1987), sebagai berikut.
1.         Fase inkuiri/informasi, konsep baru yang dipelajari diperkenalkan melalui tanya jawab antara guru dengan siswa. Guru mempelajari perbendaharaan bahasa dan interpretasi siswa yang diwujudkan dalam bentuk pertanyaan yang dirancang secermat mungkin. Guru akan memperoleh informasi tentang pengetahuan awal siswa untuk materi yang dipelajari, sedangkan siswa memperoleh gambaran tentang arah belajarnya.
2.         Fase orientasi terarah, guru mengarahkan siswa meneliti obyek yang dipelajari dan merupakan rangkaian tugas singkat untuk memperoleh respon khusus siswa. Aktivitas ini bertujuan untuk merangsang siswa agar aktif mengeksplorasi obyek (misalnya sifat bangun yang dipelajari) melalui kegiatan seperti: melipat, mengukur untuk menemukan hubungan sifat dari bentuk-bentuk bangun tersebut.
3.         Fase uraian, guru mendorong siswa untuk berbagi persepsi (pengalaman) tentang struktur bangun yang diamati dengan menggunakan bahasanya sendiri melalui kegiatan diskusi. Pada fase ini siswa berpeluang untuk menguraikan pengalaman, mengekspresikan, dan mengubah/melepas pengetahuan intuitif mereka yang tidak sesuai struktur bangun yang diamati.
4.         Fase orientasi bebas, siswa ditantang dengan situasi masalah yang kompleks supaya memecahkan masalah sesuai caranya sendiri. Hal ini bertujuan agar siswa memperoleh pengalaman menyelesaikan permasalahan dalam belajar dan menggunakan strateginya sendiri. Peran guru adalah memilih materi dan soal geometri yang sesuai untuk pembelajaran sehingga memperoleh berbagai performansi siswa.
5.         Fase integrasi, siswa membuat tinjauan dan ringkasan tentang seluruh materi yang telah dipelajari (pengamatan, membuat sintesis dari konsep dan hubungan baru). Tujuan kegiatan ini adalah mengintegrasikan pengetahuan yang telah diamati dan didiskusikan. Peran guru membantu mengintegrasikan pengetahuan siswa dengan meminta mereka supaya membuat refleksi dan klarifikasi atas pengetahuan geometrinya.

Jumat, 01 Juni 2012

Hakikat Pembelajaran


A.    Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran
Dalam sistem pendidikan nasional sering kita jumpai istilah pendidikan, pengajaran dan pembelajaran, yang kadang-kadang penggunaannya sering rancu karena kurang konsisten dalam mengartikan ketiga istilah tersebut.
Menurut paham konvensional, pendidikan dalam arti sempit diartikan sebagai bantuan kepada anak didik terutama pada aspek moral atau budi pekerti, sedangkan pengajaran diartikan sebagai bantuan kepada anak didik dibatasi pada aspek intelektual dan ketrampilan. Bila dilihat dari sejarah perkembangan ilmu pendidikan di Indonesia, kita mengenal paedagogiek, didaktik dan metodik. Ketiga istilah itu sangat erat hubungannya, yakni paedagogiek yaitu ilmu pendidikan. Bagaimana pendidikan dilakukan di sekolah, orang memerlukan didaktik, baik bersifat umum maupun yang bersifat khusus atau disebut metodik.
Menurut Crow and Crow, pendidikan diartikan sebagai proses dimana pengalaman atau informasi diperoleh sebagai hasil dari proses belajar. Di sini digambarkan bahwa titik berat dalam proses pendidikan itu terletak pada fihak anak didik yaitu dalam pendidikan akan terjadi proses belajar yang merupakan interaksi dengan pengalaman-pengalamannya.
Istilah pengajaran merupakan kata benda dari kata kerja mengajar yang artinya menimibulkan belajar dan itu terjemahan dari teaching atau diartikan juga instruction. Instruction adalah seperangkat peristiwa yang memengaruhi pebelajar sedemikian rupa sehingga pebelajar itu memperoleh kemudahan (Briggs, 1992), seperangkat peristiwa itu membangun suatu pembelajaran yang bersifat internal jika pebelajar melakukan self instruction dan di sisi lain kemungkinan juga bersifat eksternal, yaitu jika bersumber antara lain dari pendidik. Jadi, teaching itu hanya merupakan sebagian dari instructioan , sebagai salah satu bentuk pembelajaran.
B.     Hubungan Teori Belajar dan Pembelajaran
Teori belajar adalah konsep-konsep dan prinsip-prinsip belajar yang bersifat teoritis dan telah teruji kebenarannya melaluui eksperimen. Teori belajar itu berasal dari teori psikologi dan terutama menyangkut masalah situasi pebelajar. Sebagai salah satu cabang ilmu deskriptif, maka teori belajar berfungsi menjelaskan apa, mengapa dan bagaiman proses belajar terjadi pada pebelajar. Karena para pakar psikologi mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda dalam menjelaskan pa, mengapa dan bagaimana belajar itu terjadi, maka menimbulkan beberapa teori belajar seperti teori behavioristik, kognitif, humanistic, sibernetik, dan sebagainya.
Teori pembelajaran tidak menjelaskan bagaimana proses belajar terjadi, tetapi lebih merupakan implementasi prinsip-prinsip teori belajar, dan berfungsi untuk memecahkan masalah praktis dalam pembelajaran.
C.    Pengertian Pembelajaran
Proses tindakan belajar pada dasarnya adalah bersifat internal, namun prose situ dipengaruhi oleh factor-faktor eksternal. Perhatian peserta didik dalam pembelajaran, misalnya, dipengaruhi oleh susunan rangsangan yang berasal dari luar. Ketika seorang peserta didik membaca buku, perhatiannya acapkali terpusat pada kata-kata tercetak tebal, gambar-gambar, dan informasi menarik lainnya. Oleh karena itu di dalam pembelajaran, pendidik harus benar-benar mampu menarik perhatian peserta didik agar mampu mencurahkan seluruh energinya sehingga dapat melakukan aktivitas belajar secara optimal dan memperoleh hsil belajar seperti yang diharapkan.
Pembelajaran adalaj seperangkat peristiwa yang memengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik itu memperoleh kemudahan (Briggs, 1992). Seperangkat peristiwa itu membangun suatu pembelajaran yang bersifat internal jika peserta didik melakukan self instruction dan di sisi lain kemungkinan juga bersifat eksternal, yaitu jika bersumber antara lain dari pendidik. Jadi teaching itu hanya merupakan sebagian dari instruction, sebagai salah satu bentuk pembelajaran. Unsure utama dari pembelajaran adalah pengalaman anak sebagai seperangkat event sehingga terjadi proses belajar. Dengan demikian, pendidikan , pengajaran dan pembelajaran mempunyai hubungan konseptual yang tidak berbeda, kalu toh dicari perbedaannya pendidikan memiliki cakupan yang lebih luas yaitu mencakup baik pengajaran maupun pembelajaran dan pengajaran.
Pembelajaran atau mengajar adalah upaya guru untuk mengubah tingkah laku siswa. Hal ini disebabkan karena pembelajaran adalah upaya guru untuk supaya siswa mau belajar. Sedangkan belajar adalah perubahan tingkah laku siswa. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa mengajar bukan upaya guru untuk menyampaikan bahan, tetapi bagaimana siswa dapat mempelajari bahan sesuai dengan tujuan.
Mengajar berarti membimbing pengalaman anak. Pengalaman adalah proses dan hasil interaksi anak dengan lingkungan. Jadi interaksi dengan lingkungan itulah yang dinamakan belajar. Dari pengalaman, anak memperoleh pengertian-pengertian, sikap, penghargaan, kebiasaan, kecakapan, dan lain sebagainya. Lingkungan jauh lebih luas dibandingkan dengan buku dan kata-kata guru. Seluruh lingkungan anak adalah sumber belajar, untuk itu pelajaran hendaknya dihubungkan dengan kehidupan anak dalam lingkungannya.
Mengajar berarti membantu anak berkembang dan menyesuaikan diri kepada lingkungan. Artinya mengajar adalah mengantarkan anak agar bakatnya berkembang. Sedangkan membantu anak untuk supaya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dapat diupayakann dengan memberikan pelajaran yang berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini agar lebih sanggup mengatasi masalah-masalah dalam kehidupannya. Dengan upaya tersebut diharapkan anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, termasuk lingkungan sosialnya. Ia harus belajar berpikir, merasa, dan berbuat sesuai dengan norma-norma lingkungan.
Gagne (1981) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa eksternal peserta didik yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar. Peristiwa belajar ini dirancang agar memungkinkan peserta didik memproses informasi nyata dalam rang mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perolehan tujuan belajar sebetulnya juga dilakukan secara alamiah dimana peserta didik membaca buku-buku, majalah, surat kabar atau mengamati peristiwa di lingkungannya, namun dalam aktivitas belajar yang dirancang, disebut dengan pembelajaran, maka perolehan tujuan belajar itu akan dapat dicapai secara efektif dan efisien jika aktivitas belajar itu dirancang secara baik. Tujuan belajar tersebut memberikan arah terhadap proses belajar. Setiap komponen pembelajaran hendaknya saling berhubungan dan berkaitan dengan proses internal belajar peserta didik agar terjadi peristiwa belajar. Untuk mencapai tujuan belajar, pendidik hendaknya benar-benar menguasai cara-cara merancang belajar agar peserta didik mampu belajar optimal.
Seperti telah dikemukakan bahwa pembelajaran adalah terjemahan dari kata instruction yang berarti self instruction (dari internal) dan external instruction (dari eksternal). Pembelajaran yang bersifat eksternal antara lain datang dari pendidik yang disebut teaching atau pengajaran. Dalam pembelajaran yang bersifat eksternal prinsip-prinsip belajar dengan sendirinya akan menjadi prinsip-prinsip pembelajaran. Prinsip pembelajaran merupakan aturan atau ketentuan dasar dengan sasaran utama adalah perilaku pendidik. Pembelajaran yang berorientasi bagaimana perilaku pendidik yang efektif. Beberapa teori belajar mendeskripsikan pembelajaran sebagai berikut :
1.      Usaha pendidik membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan, agar terjadi hubungan stimulus (lingkungan) dengan tingkah laku peserta didik.
2.      Cara pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berfikir agar memahami apa yang dipelajari.
3.      Memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai degnan minat dan kemampuannya.
Pembelajaran berorientasi pada bagaimana peserta didik berperilaku, memberikan makna bahwa pembelajaran merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individual, yang mengubah stimui dan lingkungan seseorang ke dalam sejumlah informasi, yang selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka panjang. Hasil belajar itu memberikan kemampuan kepada peserta didik untuk melakukan berbagai penampilan (Gagne, 1985). Briggs (1992) menjelaskan bahwa pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang memengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik itu memperoleh kemudahan dalam berinteraksi berikutnya dengan lingkungan.
Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi antara pendidik dengan peserta didik, atau antar peserta didik. Dalam proses komunikasi itu dapat dilakukan secara verbal (lisan), dan dapat pula secara nonverbal, seperti penggunaan media computer dalam pembelajaran. Namun demikian, apapun media yang digunakan dalam pembelajaran adalah ditandai oleh serangkaian kegiatan komunikasi.
Komunikasi dalam pembelajaran ditujukan untuk membantu proses belajar. Aktivitas komunikasi itu dapat dilakukan secara mandiri, yakni ketika peserta didik melakukan aktivitas belajar mandiri, seperti mangkaji buku, melakukan kegiatan di laboratorium, atau menyelesaikan proyek inkuiri, dan dapat pula secara berkelompok seperti halnya proses pembelajaran di kelas. Keuntungan dari pembelajaran mandiri adalah bahwa peserta didik pada akhirnya mampu menggunakan ketrampilan dan strategi pengelolaan belajar mandiri.

D.    Pendekatan Sistem Pembelajaran
Secara tradisional, proses pembelajaran melibatkan pendidikm peserta didik, dan buku ajar. Isi pelajaran yang dipelajari berasal dari buku ajar, dan pembelajaran menjadi tanggung jawab pendidik dalam penyampaikan isi pelajaran kepada peserta didik. Pembelajaran dpat ditafsirkan sebagai penyampaian isi pelajaran ke dalam otak peserta didik dengan cara tertentu dan mereka akan melacak kembali informasi yang telah diterima pada waktu menghadapi ujian. Dengan model ini, cara memperbaiki pembelajaran adalah memperbaiki kemampuan pandidik dengan cara pendidik mempelajari banyak pengetahuan dan metode penyampaian isi pelajaran kepada peserta didik.
Pandangan proses pembelajaran kontemporer menyatakan bahwa pembelajaran merupakan proses sistematis dimana setiap komponen pembelajaran adalah penting untuk meningkatkan keberhasilan belajar. Perspektif ini disebut sebagai pandangan system. Secara teknis, system merupakan serangkaian bagian yang berinterelasi, dan semua komponen itu bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Proses pembelajaran merupakan suatu system. Tujuan system adalah menghasilkan belajar, atau memberikan sarana penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Komponen-komponen system itu adalah pendidik, peserta didik, materi pembelajaran, dan lingkungan belajar. Komponen-komponen itu berinteraksi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Misalnya, pendidik mengkaji masalah tertentu dengan peserta didik di dalam kelompok. Untuk menentukan apakah telah terjadi peristiwa belajar ataukah tidak, maka pendidik melakukan evaluasi.
Hasil penggunaan pandangan system dalam pembelajaran adalah memandang pentingnya peranan komponen-komponen di dalam proses pembelajaran. Komponen-komponen itu harus berinteraksi seccara efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, tidak ada yang lebih ditekankan pada setiap komponen di dalam system pembelajaran.

E.     Komponen-komponen Pembelajaran
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pembelajaran pada taraf organisasi mikro mencakup pembelajaran bidang studi tertentu dalam satuan pendidikan, tahunan, semesteran atau catur wulan. Bila pembelajaran tersebut, ditinjau dari pendekatan system, maka dalam prosesnya akan melibatkan berbagai komponen. Komponen-komponen tersebut adalah : tujuan, subjek belajar, materi pelajaran, strategi, media, evaluasi dan penunjang.
1.      Tujuan
Tujuan yang secara eksplisit diupayakan pencapaiannya melalui kegiatan pembelajaran adalah instructional effect biasanya itu berupa pengetahuan, dan ketrampilan atau sikap yang dirumuskan secara eksplisit dalam TPK semakin spesifik dan operasional.
TPK dirumuskan akan mempermudah dalam menentukan kegiatan pembelajaran yang tepat.
2.      Subjek Belajar
Subjek belajar dalam system pembelajara merupakan komponen utama karena berperan sebagai subjek sekaligus objek. Sebagai subjek karena peserta didik adalah individu yang melakukan proses belajar mengajar. Sebagai objek karena kegiatan pembelajaran diharapkan dapat mencapai perubahan perilaku pada diri subjek belajar.  Untuk kepentingan perencanaan pembelajaran yang efektif diperlukan pengetahuan pendidik tentang diagnosis kesulitan belajar dan analisis tugas.
3.      Materi Pelajaran
Materi pelajaran juga merupakan komponen utama dalam proses pembelajaran, karena mataeri pelajaran akan member warna dan bentuk dari kegiatan pembelajaran. Materi pelajaran yang komprehensif, terorganisasi secara sistematis dan dideskripsikan dengan jelas akan berpengaruh juga terhadap intensitas proses pembelajaran.
Materi pelajaran dalam system pembelajaran berbeda dalam silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, dan buku sumber. Maka pendidik hendak nya dapat memilih dan mengorganisasikan materi pelajaran agar proses pembelajaran dapat berlangsung intensif.
4.      Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran merupakan pola umu mewujudkan proses pembelajaran. Dalam penerapan strategi pembelajaran pendidik perlu memilih model-model pembelajaran yang tepat, metode mengajar yang sesuai dan teknik-teknik mengajar yang menunjang pelaksanaan metode mengajar untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat pendidik mempertimbangkan akan tujuan, karakteristik peserta didik, materi pelajaran dan sebagainya agar strategi pembelajaran tersebut dapat berfungsi maksimal.
5.      Media pembelajaran
Media pembelajaran adalah alat atau wahana yang digunakan pendidik dalam proses pembelajaran untuk membantu penyampaian pesan pembelajaran. Sebagai salah satu komponen system pembelajaran berfungsi meningkatkan peranan strategi pembelajaran di samping komponen waktu dan metode megajar.
6.      Penunjang
Komponen penunjang yang dimaksud dalam system pembelajaran adalah fasilitas belajar, buku sumber, alat pelajaran, bahan pelajaran dan semacamnya. Komponen-komponen  penunjang berfungsi memperlancar , melengkapi dan mempermudah terjadinya proses pembelajaran. Sehingga sebagai salah satu komponen pembelajaran pendidik perlu memperhatikan, memilih dan memanfaatkannya.
F.   Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Apabila pembelajaran itu ditinju dari segi internal dan eksternal maka teori pembelajaran atau instruksional adalah penerapan prinsip-prinsip teori belajar, tingkah laku, dan prinsip pengajaran dalam usaha mencapai tujuan belajar dengan penekanan pada prosedur yang telah terbukti berhasil secara konsisten (sukamto : 1995). Dengan demikian prinsip belajar menurut teori belajar tertentu, teori tingkah laku dan prinsip-prinsip pengajaran dalam implementasinya akan berintegrasi menjadi prinsip-prinsip pembelajaran.
1.      Prinsip pembelajaran bersumber dari teori behavioristik ( Hartley & Daviess, 1978)
Pembelajaran yang dapat menimbulkan proses belajar dengan baik apabila :
a.       Peserta didik berpartisipasi secara aktif
b.      Materi disusun dalam bentuk unit-unit kecil dan diorganisir secara sistematis dan logis, dan
c.       Tiap respon peserta didik diberi balikan dan disertai penguatan.
2.      Prinsip pembelajaran bersumber dari teori kognitif
Reilly dan Lewis (1983) menjelaskan delapan prinsip pembelajaran yang digali dari teori kognitif Brunner dan Ausuble yaitu bahwa pembelajaran akan lebih bermakna (meaningfull learning) apabila :
a.       Menekankan akan makna dan pemahaman
b.      Mempelajari materi tidak hanya proses pengulangan, tetapi perlu disertai proses transfer secara lebih luas.
c.       Menekankan adanya pola hubungan, seperti bahan dan arti, atau bahan yang telah diketahui dengan struktur kognitif.
d.      Menekankan pembelajaran prinsip dan konsep.
e.       Menekankan struktur disiplin ilmu dan struktur kognitif.
f.       Objek pembelajaran seperti apa adanya dan tidak disederhanakan dalam bentuk eksperimen dalam situasi laboratories.
g.      Menekankan pentingnya bahasa sebagai dasar pikiran dan komunikasi, dan
h.      Perlunya memanfaatkan pengajaran perbaikan yang lebih bermakna.
3.      Prinsip pembelajaran dari teori humanisme
Menurut teori humanistik, belajar adalah bertujuan memanusiakan manusia. Anak yang berhasil dlam belajar apabila dapat mengaktualisasi dirinya dengan lingkungan maka pengalaman dan aktivitas peserta didik merupakan prinsip penting dalam pembelajaran humanistik.
4.      Prinsip pembelajaran dlam rangka pencapaian ranah tujuan
Ranah tujuan pembelajaran dapat dibedakan atas ranah kognitig, afektif dan psikomotorik. Dlam upaya mencapai tujuan pembelajaran ranah tertentu, diperlukan prinsip pembelajaran yang tidak sama, terutama prinsip yang mengatur prosedur dan pendekatan pembelajaran itu sendiri.
a.       Prinsip pengetahuan kegiatan kognitif
Pembelajaran hendaknya memperhatikan bagaimana mengatur kegiatan kognitif yang efisien. Caranya mengatur kegiatan kognitif dengan menggunakan sistematika alur pikir dan sistematik proses belajar itu sendiri. Orang yang menggunakan alur pikir dalam pemecahan masalah, ia akan berfikir dengan sistematis dan dapat mengontrol kegiatan kognitifnya sehingga pembelajaran akan lebih efisien.
b.       Prinsip pengaturan kegiatan afektif
Pembelajaran pengaturan kegiatan afektif perlu memperhatikan dan mengaplikasikan tiga pengaturan kegiatan afektif, yaitu faktor conditioning, behavior modification, dan human model. Faktor conditioning yaitu pelaku pendidik yang berpengaruh terhadap rasa senang dan rasa benci peserta didik terhadap pendidik. Faktor behavior modification pemberian penguatan seketika. Faktor human model yaitu contoh berupa orang yang dikagumi dan dipercaya para peserta didik. Dalam mengaplikasikan prinsip tersebut hendaknya dikatakan dengan fase belajar sikap yaitu fase motivasi, konsentrasi, pengolahan dan balikan.
c.       Prinsip pengaturan kegiatan psikomotorik
Pembelajaran pengaturan kegiatan psikomotorik mementingkan faktor latihan, penguasaan prosedur gerak-gerik, dan prosedur koordinasi anggota badan. Untuk itu diperlukan pembelajaran fase kognitif. Dalam mengaplikasikan prinsip-prinsip tersebut, hendaknya juga mengaktifkan fase belajar psikomotorik yaitu fase motivasi, konsentrasi, pengolahan, menggali dan balikan.
5.      Prinsip pembelajaran konstruktivisme
Menurut kontruktivisme, belajar adalah proses aktif peserta didik dalam mengkonstruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fisik dlam proses belajar tersebut terjadi proses asimilasi dan menghubungkan pengalaman atau informasi yang sudah dipelajari. Dengan demikian sebenarnya tergolong teori kognitif, hanya saja kognitif dalam pengembangan. Prinsip yang Nampak dalam pembelajaran konstrutivisme adalah :
a.       Pertanyaan dan konstruksi jawaban peserta didik adalah penting.
b.      Berlandaskan beragam sumber informasi materi dapat dimanipulasi para peserta didik.
c.       Pendidik lebih bersifat interaktif dan berperan sebagai fasilitator dan moderator bagi peserta didik dalam proses belajar-mengajar.
d.      Program pembelajaran dibuat bersama peserta didik agar mereka benar-benar terlibat dan bertanggung jawab ( konstrak pembelajaran), dan
e.       Strategi pembeljaran, student-centered learning, dilakukan dengan belajar aktif, belajar mandiri, kooperatif dan kolaboratif.
6.      Prinsip pembelajaran bersumber dari azas mengajar
Bertolak dari pengertian bahwa keberhasilan mengajar perlu diukur dari bagaimana partisipasi peserta didik dalam proses belajar-mengajar dan seberapa hasil yang dicapai. Dalam menjawab dua permasalahan tersebut ahli-ahli didaktik mengarahkan perhatian kepada tingkah laku pendidik sebagai organisator proses belajar mengajar. Maka timbulah azas-azas mengajar itu bermacam-macam,pada uraian kali ini akan dikemukakan dari Mandigers dna Mursell.
a)      Mandigers
Azas-azas mengajar dari mandigers sudah dikenal lama dan sudah menjadi bagian dari didaktik di Indonesia. Prinsip-prinsip mengajar ini lebih dikenal dengan nama azas-azas didaktik. Menurut Mandigers agar anak mudah dan berhasil dalam belajar, dalam mengajar pendidik perlu memperhatikan :
1)      Prinsip aktivitas mental
2)      Prinsip menarik perhatian
3)      Prinsip penyesuaian perkembangan siswa
4)      Prinsip appresiasi
5)      Prinsip peragaan
6)      Prinsip aktivitas motorik. Selain hal tersebut di atas ahli pendidikan lain menambahkan prinsip korelasi dan lingkungan.
7)      Prinsip aktivitas mental
Belajar adalah aktivitas mental, oleh karena itu pembelajaran hendaknya dapat menimbulkan aktivitas mental. Tidak hanya mendengar, mencamkan dan sebagainya tetapi lebih menyeluruh baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Pendekatan pembelajaran dengan prinsip CBSA dikatakan sangat sesuai dengan prinsip aktivitas mental.
8)      Prinsip menarik perhatian
Bila dalam belajar mengajar para peserta didik penuh perhatian kepada bahan yang dipelajari, maka hasil belajar akan lebih meningkat sebab dengan perhatian, ada konsentrasi, pada gilirannya hasil belajar itu akan lebih berhasil dan tidak lekas lupa.
9)      Prinsip penyesuaian perkembangan anak
Anak akan lebih tertarik perhatiannya bila bahan pelajaran disesuaikan dengan perkembangan subjek belajar.
10)  Prinsip Appersepsi
Prinsip ini memberikan petunjuk bahwa kalau mengajar pendidik hendaknya mengkaitkan materi yang akan dipelajari dengan apa yang sudah diketahui. Dengan cara tersebut subjek belajar akan lebih tertarik sehingga bahan pelajaran mudah diserap. Prinsip ini biasanya dilaksanakan pada pendahuluan pembelajaran/ pembukaan. Mirip dengan prinsip ini adalah apa yang disebut advance organizer. Dalam pendahuluan pelajaran terutama ceramah, pelajaran akan lebih bermakna bila pendidik menghubungkan materi pelajaran dengan penyajian advance organizer, yaitu menghubungkan materi pelajaran pokok dengan konteks yang lebih luas dan bermakna.
11)  Prinsip peragaan
Prinsip peragaan memberikan pedoman bahwa dalam mengajar hendaknya digunakan alat peraga. Dengan alat peraga proses belajar mengajar tidak verbalisitas. Pelakksanaan prinsip ini dapat dilakukan dengan menggunakan bermacam alat peraga atau media pembelajaran. Proses pembelajaran yang disertai dengan alat peraga, akan menghasilkan hasil belajar lebih jelas dan tidak lekas lupa.
12)  Prinsip aktivitas motorik
Mengajar hendaknya dapat menimbulkan aktivitas motorik para subjek belajar. Belajar yang dapat menimbulkan aktivitas motorik seperti menulis, menggambar, melakukan percobaan, mengerjakan tugas latihan, akan menimbulkan kesan dan hasil belajar yang lebih mendalam.
13)  Prinsip motivasi
Motivasi ialah dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Motivasi memegang peranan penting dalam belajar. Dengan kata lain intensitas proses pembelajaran sangat ditentukan oleh motivasi. Dalam mengaplikasikan prinsip ini pendidik dapat melakukan :
a.       Menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan anak
b.      Menghubungkan pelajar dengan pengalaman anak
c.       Memilih berbagai metode mengajar yang tepat
Prinsip-prinsip tersebut di atas dalam pelaksanaannya hendaknya dilakukan secara integral. Hal ini dapat dijelaskan bahwa belajar yang berhasil adalah bila anak dalam melakukan belajar berlangsung secara intensif dan optimal, sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang lebih bersifat permanen. Untuk itu pendidik dalam mengajar harus dapat menimbulkan aktivitas mental, dan pisik (CBSA). Proses belajar yang demikian ini akan terwujud bila ada dukungan dari situasi peserta didik, dimana prinsip peragaan, appersepsi, korelasi, dapat dilaksanakan secara terintegrasi.

b)      Marsell
Marsell (1954) mengemukakan bahwa pembelajaran yang sukses perlu memperhatikan prinsip-prinsip mengajar berikut :
1.      Prinsip Konteks
Pembelajaran dengan memperhatikan prinsip konteks, dilaksanakan dengan cara pendidik menciptakan bermacam-macam hubungan dengan bahan pelajaran. Caranya dengan mengkaitkan materi bahan pelajaran dengan konteksnya dalam arti hubungan sesame konsep, hubungan konsep dengan fakta, konsep dengan guna/ fungsi. Dengan prinsip ini peserta didik akan tahu konteks tiap bahan yang dipelajari. Tanpa ada konteks pengetahuan satu rumpun akan terpisah-pisah sehingga pengetahuan peserta didik kurang kokoh.
2.      Prinsip Fokus
Membelajarkan dengan prinsip fokus dilakukan dengan cara pendidik dalam membahas dan menjelaskan materi suatu pokok bahasan tertentu. Bila prinsip konteks mengharuskan pendidik mengkaitkan bahan pelajaran seluas-luasnya, maka prinsip fokus sebaliknya mengharuskan adanya pemusatan pokok persoalan yang dibahas. Dalam prakteknya kedua prinsip tersebut hendaknya dilaksanakan secara seimbang sehingga saling melengkapi, karena kedua prinsip tersebut merupakan kriteria mengajar yang efektif.
3.      Prinsip Sekuens
Mengajar dengan melaksanakan prinsip sekuens adalah bahwa materi pengajaran hendaknya disusun secara urut sistematis dan logis sehingga mudah dipelajari. Urutan bahan pelajaran itu sendiri hendaknya memberikan kemudahan peserta didik dalam kegiatan belajar. Misalnya pendidik matematika akan mengajar pokok bahasan Fungsi Grafik tertentu pendidik tersebut akan merinci kegiatan apa yang harus dikuasai peserta didik, agar peserta didik mudah mempelajarinya. Untuk memenuhi prinsip tersebut pendidik perlu mengidentifikasi kegiatan mana yang lebih dahulu dan mana yang kemudian. Penyusunan urutan kegiatan tersebut harus memenuhi syarat sistematis dan logis.
4.      Prinsip Evaluasi
Prinsip evaluasi menekankan pendidik dalam mengajar tidak boleh meninggalkan kegiatan evaluasi. Evaluasi merupakan kegiatan terintegrasi dalam pembelajaran. Kegiatan evaluasi berfungsi memperingati efektivitas belajar karena dapat mendorong peserta didik belajar dan memungkinkan pendidik untuk memperbaiki cara mengajarnya. Evaluasi itu dapat dilakukan secara tertulis, lisan maupun dalam bentuk assessment.
5.      Prinsip Individualisasi
Melaksanakan prinsip individualisasi diwujudkan dalam bentuk pendidik dalam mengajar memperhatikan adanya perbedaan individu para peserta didik. Peserta didik sebagai individu adalah berbeda-beda dilihat dari segi mental, seperti intelegensi, bakat, minat, dan sebagainya. Berbeda dalam kecenderungan misalnya ada peserta didik cenderung lebih baik pada bidang estetika tetapi mungkin kurang baik pada matematika dan sebagainnya. Perbedaan individu tersebut berimplikasi dalam pemberian pelayanan belajar, seperti bimbingan belajar, tugas-tugas dan sebagainya.
6.      Prinsip Sosialisasi
Prinsip sosialisasi menekankan pendidik dlam mengajar hendaknya dapat menciptakan suasana belajar yang menimbulkan adanya saling kerja sama antara pesrta didik kerja sama dalam mengatasi masalah belajar, seperti menyelesaikan tugas, belajar kelompok dan sebagainya. Cara belajar seperti itu akan memperoleh dua keuntungan, yaitu :
a.       Dapat membina dan mengembangkan kepribadian terutama sikap demokrasi.
b.      Pengetahuan akan bertambah kokoh sebab dalam proses belajar akan terjadi saling menerima dan member.
Dalam prakteknya keenam prinsip tersebut dilaksanakan secara proposional sesuai tujuan pembelajaran, karakteristik peserta didik dan komponen lainnya. Prinsip konteks, skuens dan evaluasi merupakan prinsip-prinsip yang digali dari bagaimana cara menyusun dan menyajikan bahan pelajaran, sedangkan prinsip individualisasi dan sosialisasi mendasarkan pemenuhan kebutuhan siapa yang belajar.